@ Coco Bistro Ubud with Bella, Erwin and Kelsey |
Membahas kota yang satu ini, tidak akan pernah lepas dari kata kagum yang akan terlontar dari mulut kita. Ya, Ubud. Salah satu kota di pulau tercintaku Bali ini, sempat menjadi kota terbaik di Asia versi majalah Conde Nast di tahun 2010 lalu. So proud! Menurut saya sendiri predikat tersebut sangatlah tepat disandang oleh kota ini. Budaya, kehidupan masyarakatnya yang masih sangat memperhatikan kehidupan adat istiadat, serta alam yang masih asri, dilengkapi dengan bertebarnya hotel dan resort kelas bintang lima. Tidak hanya itu, untuk memanjakan lidah kita, bertebaran pula tempat-tempat makan yang berkelas serta menyajikan masakan mulai dari makanan asli Bali, sampai western food. Bukan yang berkelas saja sih, warung biasa pun punya kualitas dan rasanya yang autentik hmmmm...dijamin bikin ngiler dan nagih lagi!
Nah, kali ini saya akan bercerita, kenapa saya bisa terdampar di Ubud selama 4 bulan, untuk tinggal di sini, bekerja dan menikmati kehidupan masyarakatnya. Bermula dari seorang kenalan yang mengajak saya untuk mengurus sebuah resort --yang nyaris bangkrut-- saya menyetujui ajakannya untuk move in ke Ubud, tepatnya di Desa Sayan. Bila ditanya berapa jauh dari pusat kota Ubud, mungkin sekitar 10 menit saja. Kalau anda tahu Four Season Hotel, nah tempat saya tinggal sekitar 50 meter saja dari sana. By the way, saya tidak akan menjelaskan dengan pasti keadaan resort tempat saya bekerja, karena it's bit embarrasing :). Tapi tidak akan pernah menyesal saya pernah mengenal tempat ini. Manajemen resort yang kurang bagus, dimiliki oleh orang Australia tapi cerewetnya minta ampun dan lagi terbelit hutang. Padahal konsep resort yang antik, arsitektur Bali yang sangat kental dengan seni, serta landscape resort yang tepat berada di sebuah lembah sehingga bisa menikmati keindahan sungai Ayung yang sangat menakjubkan. Wah pokoknya bikin speechless deh!
The pool at valley view resort. Ubud. |
The pool at valley view resort. Ubud. |
Nah selama tinggal di Ubud, saya merasa sedikit parno nih. Takut banget kesepian dan tidak ada teman. Karena memang saya tidak punya seorang kenalan pun dari Ubud, bahkan hanya seorang teman pun tidak ada. Tapi beruntung rekan-rekan kerja dan staff saya sangat ramah dan baik. Walaupun kadang susah untuk diatur. Maklum karakteristik orang lokal di mana rata-rata mereka pemilik tanah tempat resort saya bekerja. Lebih beruntungnya lagi, saya bertemu seorang teman yang nyambung, Ancur, cerewet dan ganjen, tapi baik hati sih (reeeeeuz!). Ya dengan adanya teman baru setidaknya lebih merasa nyaman. Sumpah di sini sangat sepi kalau sudah menjelang malam. Jam 8 hampir sudah tidak ada kehidupan. Jam 9 yang terdengar hanyalah suara jangkrik dan burung hantu. Kebetulan tempat saya dekat pohon bambu, dan itu bersebelahan dengan kuburan masa. Sangat bertolak belakang dengan tempat saya tinggal di Denpasar dulu, di mana saya baru bisa ke tempat tidur pukul 1 siang dini hari, hihihi. Di sini saya belajar menjadi pria baik-baik dan pingitan. Kalau mau mencari hiburan ya harus ke pusat Ubud, dan itu pun hanya ada satu atau dua bar/club saja yang bisa buka sampai dini hari, dan kurang menyenagkan ah menurut saya.
Nah bagaimana kalau masalah hunting kuliner nih. Hmmmm...kalau yang satu ini tidak pernah terlewatkan hampir setiap hari. Jangan berbicara masalah restoran yang mewah nan mahal, seperti The Bridges, Nomad, Casa Luna atau Ary's Warung. Mari dimulai dari yang murah-murah dulu sampai harga yang menengah. Saya lebih suka makanan yang berbau tradisional, bukan western. Mmmmm...pertama dari yang harganya cuma Rp.3000 yaitu rujak kuah pindang dan Rp. 5000 yaitu tipat cantok. Sumpah ini enak banget! Pedes, bumbu nyantol banget di lidah, saking seringnya kadang bikin saya diare lho, oops! Sayang saya tidak sempat mengambil fotonya, karena saking hampir setiap harinya saya menikmati makanan ini. Bagaimana tidak, soalnya si ibu penjual berjualan di samping hidung! Hahaha...
Courtesy (c) resepmasakanbali.com |
Selanjutnya di peringkat kedua adalah Nasi Ayam Kedewatan. Nah, ini saya taruh di posisi kedua karena dari kuantitas saya berkunjung lumayan sering nih, terutama pas waktu makan siang. Jangan coba-coba berkunjung lebih dari jam 3 sore, karena bakal sudah habis ludes saking ramainya! Kenapa diberi nama Nasi Ayam Kedewatan, karena terletak di daerah Kedewatan. Sekitar 7 menit dari pusat kota Ubud. Nah di sini ada dua warung makan yang menyajikan Nasi Ayam khas ini. Keduanya sama-sama enak! Kalau disuruh memilih saya tidak sanggup, saya mencintai keduanya. Ibarat AA Gym yang punya dua istri, dulu menceraikan Teh Ninih, dan sekarang malah dinikahi lagi dan menjadi istri kedua. Tidak adil kan?? (hubungannya apa ya?).
Nasi Ayam Kedewatan favoritos sepanjang masatos |
Nah bagi para penikmat Babi Guling (maaf untuk yang beragama muslim) pasti tahu donk Warung Babi Guling Bu Oka. Tempat makan yang terletak tepat di pusat kota Ubud ini selalu ramai dikunjungi para wisatawan. Wah, kalau kesini sudah harus siap-siap nyiapin Diapet nih, hihihi. Yang paling saya suka adalah gorengan ususnya yang khas dan kulitnya itu lho yummy and cruncy! Sambil menikmati makan di sini, lumayan lho cuci mata lirik-lirikan sama bule. Kali aja jodoh terus anda dibeliin satu porsi lagi nasi babi gulingnya....terus mules deh tuh perut...hahaha!
Courtesy (c) infokebali.com |
Tempat yang paling berkesan terakhir adalah Naughty Nuris. Nah kalau tempat makan yang satu ini sangat terkenal dengan Pork Ribs-nya disamping menyediakan jenis makanan asia dan western lainnya. Kalau mau mendapatkan tempat duduk dan meja makan, maka datanglah lebih awal untuk mengantre. Selalu ramai pengunjung. Yang mengantre itu bisa sampai ke jalan dan selalu bikin macet. Kalau mau cepat dan tidak mau mengantre ya pesan saja terus makannya jongkok di trotoar! Hahahaa.....! Ribs-nya enak, lembut, bumbunya meresap dan yang penting ukurannya nih saya banget....!
@ Naughty Nuris Ubud enjoying the huge pork ribs |
Cheers, me dinner @ Naughty Nuris Ubud |
Saya menikmati Pork Ribs bersama ketiga teman saya, yang dua sih teman sekerja, dan yang lagi satu bernama Kelsey Grab, berasal dari Amerika. Dia tinggal di resort tempat saya bekerja. Selama dua bulan tinggal di Bali untuk belajar seni, melukis dan arsitektur. Kebetulan di hari kita berkumpul bersama ini adalah hari terakhir saya untuk tinggal di Ubud, karena saya memutuskan untuk balik tinggal dan bekerja di Denpasar lagi:). Sepertinya saya tidak cocok tinggal dan dipingit di Ubud....
Follow me on:
No comments:
Post a Comment
would be glad to receive any comment