Pattaya Landmark |
Menikmati masakan khas Thailand |
City of Traffic jugaaaa... |
Buat sebagian orang
yang gemar hingar bingar kehidupan kota, mungkin Bangkok merupakan pilihan
tepat untuk tujuan wisata anda. Tapi bukan buat saya. Ya, untuk stay tiga hari cukuplah. Beberapa mall besar seperti Siam Square, atau pasar tradisional yang terkenal seperti Chatuchak Weekend Market yang khusus
buka setiap akhir pekan dari hari jumat sampai minggu, merupakan alternatif
untuk wisata belanja. Entah kenapa saya gak begitu tertarik untuk hal itu. Beberapa
tour agent yang saya kunjungi, dari
sekian tawaran tour, yang saya minati cuma
Floating Market, Damnoen Saduak.
Namun gak ada salahnya
hanya untuk muter-muter sekitar kota. Saya menyempatkan diri untuk berkeliling dengan
menumpang bus. Saya kira busnya kayak yang di Singapura gitu. Eh ternyata, bus umum
di sini tua banget. Angin sembriwis menerobos masuk, karena kaca jendela bagian
bawah di kedua sisi bus, gak ada. Yang ada hanya bagian atasnya saja. Jadi saya bisa
menikmati udara dan sedikit polusi dari kota Bangkok sambil melambaikan tangan ala Miss
Universe. Tentunya mahkota saya lepas dulu, kalo gak bisa terbang dan dilindes
tuk tuk, oh no! Gak mungkin saya biarkan itu terjadi. Atau bisa juga naik skytrain.
Tapi hanya bisa di pusat kota dekat dengan pusat perbelanjaan saja.
Saya lebih betah
muter-muter di seputaran tempat menginap. Khaosan Road dan sekitarnya. Banyak stand belanja yang menawarkan pakain
bagus. Café dan Restaurant pun siap
memanjakan lidah. Tapi saya jarang menikmati kuliner di tempat seperti itu. Saran saya adalah, cari stall/kedai makanan
yang kecil, dan cobalah sensasi masakan asli Thailand yang pedesnya nendang
banget! Gak perlu makan di restoran atau café.
Selain harganya lebih murah (lumayan hemat! Ingat tips backpacking!) dan yang penting adalah rasa. Disamping itu porsinya
porsi saya! Porsi KULI! Maklumlah lagi
masa pertumbuhan kakak…
All
I can say is, I LOVE Thai Food!! Perpaduan bumbunya
yang khas banget, terus rasa pedas yang nendang, hmmm….tak bisa saya ungkapkan
sepatah kata bahkan seember liur sekalipun. Namun, ini belum cukup buat saya untuk setia tinggal di Bangkok. Setelah saya pikir matang-matang, gak mungkin saya terus-terusan tinggal di sini cuma buat memanjakan perut yang ten pack ini. Gak bisa! Saya harus move on, leave this comfort zone. Akhirnya
setelah berpuasa dua jam dan bersemedi sambil ngeden, saya memutuskan untuk
bernomaden ke Pattaya saja. Awalnya rada bingung, antara Phuket atau Pattaya. Tapi
entah setan apa dan darimana datangnya, berbisik: PATTAYA AJA CYIN!
Akhirnya di hari
ketiga, menjelang petang sebelum makan malam, saya memesan tiket untuk berangkat
ke Pattaya ke esokan harinya. Tiket seharga 250 Baht. Jarak tempuh dari Bangkok
ke Pattaya sekitar dua jam dengan mini bus/van. Saya sempet juga nanya-nanya
untuk tiket yang lain, seperti ke Phuket, Koh Samui dan Koh Tao, dua pulau
terkenal tersebut pengen banget saya kunjungi. Tapi sepertinya kalo saya kunjungi
itu semua, bisa-bisa gak sanggup pulang ke Bali nanti. Duit musnah. Masa saya menetap di Thailand? Mau jadi apa? Dagang Tom Yam…? Atau nari cabaret…? EEWWW!!
Pukul Sembilan pagi, di
hari kamis, akhirnya saya bersiap meninggalkan Bangkok. Dengan segala tas backpacking yang berat, menuju kantor
agen tempat saya memesan tiket
kemarin. Seorang perempuan pun muncul menyapa saya, meyakinkan kalau saya yang booking tiket untuk ke Pattaya. Kulit
perempuan ini seperti Rihanna, wajahnya sih gak, hidungnya pun pesek kayak Sule.
Rambut dipelintir satu sepanjang bahu. Sendalnya, Crock, ya ampun kakak! Berbentuk cakar harimau pula, wuiiih! Saya langsung geli. Di belakangnya
seorang pria bule membuntuti. Bule itu keringetan, wajahnya sedikit manyun. Perempuan
itu pun berkata “Come here Mister!”
Bule itu berdiri di samping saya. Kemudian perempuan itu menghilang entah
kemana. Geje. Si bule pun heran dan kebingunan, bertanya sama saya yang juga
rada odonk, “Do you know what’s going on
here?” dan saya pun menjawab “I have
no idea…" sambil mengangkat bahu. Beberapa saat kemudian si perempuan gaul
tadi pun datang dengan taksi yang sudah disewa untuk mengantarkan kita ke
terminal mobil van yang siap menuju Pattaya. Rada aneh, feeling saya rada bergejolak, biasanya mini bus/van datang langsung. Tapi yasudahlah…
Saya dan bule tadi itu
pun masuk ke dalam taksi. Dia sedikit manyun, entah kenapa. Saya beranikan diri
bertanya, “Where do you come from?” Saya mencoba mencairkan suasana. Kemudian dia menjawab “From Israel, what about you?” Saya terdiam. Keselek duren montong. Duren
Thailand. Isreal? Dalam hati saya berkata, lanjutin gak ya pembicaraan ini. Gimana
kalo dia lagi gak mood, terus
ngeluarin pistol, atau geranat, atau martabak telor dari tasnya? Gimana? Terus saya disandera! Terus saya dijejelin pistol, dijejelin martabak telor di mulut saya. Sampe saya pingsan tak sadarkan diri karena kekenyangan. Saya cuma bisa pasrah dan
menjawab, “From Bali, have you been
visiting Bali?” Dia mulai sedikit santai sepertinya, “Really? I want to come, maybe next year.” Akhirnya percakapan pun
mulai mengalir dengan nyaman. Sepertinya Bali merupakan kata ampuh. Kita saling
bertukar kontak dan email. Dia curhat kalau Bangkok membuat dia sumpek, makanya
pengen nyoba ke Pattaya saja, katanya lebih bagus. Semoga saja.
Lima belas menit
kemudian. Sopir taksi terlihat kebingungan, dia tidak tahu harus menurunkan
kita di sebelah mana. Dia mulai tidak punya muka, karena memang mukanya dia saya lihat seperti Kiwil. Dia minta pinjam handphone
sama pria Israel yang mungkin the nasib
sudah memutuskan jalan hidupnya seperti ini. Si bule Israel pun makin manyun, si
sopir taksi katanya gak ada pulsa, dia pakai handphone si bule untuk menelfon agen mini bus kita. Setelah itu
selesai. Taksi berhenti. Di bawah jalan layang, dekat taxi stand. Namun dia pun masih ragu. Si sopir minta pinjam handphone lagi, si bule sudah mau keluar
tai, tampangnya mules banget. Dengan gemes dia kasi pinjam lagi. Setelah itu,
si sopir menunjukk kearah di mana banyak mini bus keluar masuk. Akhirnya kita
menuju ke terminal itu. Tapi feeling saya tadi sepertinya benar.
Kita maen naik aja. Sampai
di dalam kita ditanya tiket. Saya saling melirik sama bule Israel tadi. Tatapannya
penuh makna. Matanya terlihat kesal. Dia manyun lagi. Tiba-tiba dia tumbuh
jenggot. Juga memakai sorban. Muka Osama Bin Laden langsung muncul di pikiran saya.
PLAAAK! SADAR! Akhirnya saya dan dia sepakat menjawab, kalau tiket diambil sama
perempuan gaul dari tour agent tadi. Dan
kita cuma tinggal naik taksi saja. Petugas mini bus pun mulai garang, pria
Chinese botak dengan kumis seperti ikan lele ini menyuruh kita keluar. Kita berargumen.
Menjelaskan panjang lebar. Gak ada yang mengerti kronologi dari kisah kita,
sampai akhirnya ada bapak-bapak muncul, berkacamata seperti Nobita. Dia bilang
mungkin kita kena tipu, karena perempuan dari tour agent tidak ada memberi uang untuk membeli tiket disini. Atau
mungkin uang diberikan ke sopir taksi untuk membelikan kita tiket. Tapi sopir
taksi membawa kabur itu uang. Saya lihat sopir taksi udah gak ada. Hingga mereka
semua, pada heboh, seolah berkata “Wah kalian
kena tipu!” Badaaaaah……!
Pria Israel tadi pun
makin mengkerut dahinya. Untungnya dia punya nomor telfon dari perempuan tadi. Dan
menyuruh seseorang berbicara kepada perempuan itu untuk menjelaskan. Beberapa menit
kemudian sopir taksi datang. Semua lega. Ternyata kita salah terminal! JYAHAHAHAA! GOBLOK! Kita berjalan lagi sekitar 5 meter dari tempat
tadi. Ternyata di area ini ada dua terminal untuk menuju Pattaya, dengan agent yang berbeda. Setelah tiket dibeli. Sopir taksi bilang maap, dan pergi. Saya dan bule Israel tadi nunggu
mobil, bersiap untuk berangkat. Namun, The
nasib dari bule Israel ini sepertinya belum usai. Tiba-tiba seorang staff perempuan datang, berkata kalau luggage-nya harus dipisah, di mobil
yang lain, karena ukurannya yang gede. Si bule Israel pun sontak naik darah, bukan salahnya dia donk kalo punyanya gede ya kan? Kopernya maksud saya. Secara gak mungkin donk dia ninggalin barang berharganya terpisah, gak tau aman atau enggak. Saya pun membantunya dan ikut berargumentasi. Tapi semua pada kekeh. Si bule pun komplain berat,
meminta uangnya kembali dan meminta nama perusahaan dan mau menelfon polisi. Dia
berkata “Sorry Putu, I’m not in the mood
anymore, I will cancel my trip to Pattaya, and take care of this now,” saya sedih banget. Gak nyangka the nasib
begitu keras menghampiri teman baru saya ini. Tapi apa mau di kata, saya pun
harus naik bus dan segera menuju Pattaya. Entah apa yang terjadi pada itu bule
Israel, semoga dia gak ngeluarin granat atau segala jenis bom lainnya…
Lucu cara ceritanya.saya geli mendgr crta putu,ada saran ga sy ada rncana.jg mo ke thailand bln ini?tq
ReplyDeleteTerimakasih sudah menyempatkan waktu buat baca ;). Kenapa geli? Hahaha. Kapan rencana mau ke Thailand? Ikuti satu biar ada temen: D
DeleteKalau ke Thailand jangan lupa wisata kulinernya dicoba ya. Makan yang banyak.
It's so fabzzzz schat, your story hilariously shaking my belly without even tasting the Thai food, it's made my day XOXO
ReplyDelete