Public Transport di Pattaya, berasa ditangkap trantib naik mobil ini :D |
@Pattaya Beach |
The Avenue Pattaya, hidup sendal jepiiiit!! |
Hey,
liburan saya di Thailand masih berlanjut neh teman. Coba saja saya ada poninya, trus
gendong tas ungu kecil nan imut, pasti sudah dikira Dora. Atau coba aja saya pake topi merah, gendong tas ransel kecil warna merah, pasti disangka si
Bolang. Apalagi kalo ada jenggot panjang dipelintir, pasti dikira Peppy The
Explorer. Untungnya gak punya dada gede, kalo gak bisa dikira Farah Quinn lagi
jalan-jalan….
Setelah
kejadian yang menguras tenaga di Bangkok, akhirnya saya sampai juga di Pattaya.
Perjalanan yang memakan waktu kurang lebih dua jam, lumayan bikin bokong pegel. Gimana enggak. Mobil van/mini bus yang saya tumpangi penuh banget. Saya nyempil di antara tumpukan barang-barang dan tas backpacking. Deket pintu keluar lagi. Berasa jadi kenek! Tapi
gak apalah, demi sensai berpetualang.
Sampai di Pattaya sekitar pukul enam sore waktu setempat. Hari sudah mulai
gelap, dan saya masih bingung mau stay
di mana. Si bapak sopir gak bisa bahasa inggris, dia kekeh berbahasa Thai, mengira saya orang Thailand juga mungkin. Akhirnya dia menyerah, dan
menyuruh salah seorang penumpang asli Thailand yang bisa berbahasa inggris
untuk bertanya ke saya, mau turun di mana. Saya bilang mau turun di deket tourist area aja, yang ada mall gede atau yang ada banyak hotelnya.
Akhirnya saya diturunin di sekitar Hotel Hilton. Saat itu saya keluar dari mobil. Mobil Limousin. Saya pun keluar dengan terpaan angin (seolah seperti blower yang menerpa Syahrini ketika lagi manggung) membuat rambut saya terkibas dan pakaian saya tergerai seksi. Wartawan pun berdatangan sambil mengambil foto dan menyodorkan mic ke arah saya untuk di wawancara. Saya cuma bilang "no comment no comment" sambil berlalu menggendong si anjing Cihuahua yang kecil mungil kutil panuan tanpa bulu. Sampai akhirnya "PRAAAAAAK" kaki saya kejepit pintu mobil van dan saya pun sadar! Eaaaa! Ini bapak sopir, dikira saya sepupunya Paris Hilton apa! Saya bokek, gak punya duit nginep di hotel mewah.
Akhirnya saya pun turun, sambil gontai menyeret tas backpacking, mencari-cari di mana ada penginapan dengan harga
yang terjangkau.
Saya buka map, sambil bertanya-tanya
di mana ada banyak guesthouse sekitar
sini. Akhirnya saya mendapat ilham, bahwa katanya, di 2nd street ada banyak. Jalan yang saya lalui adalah 1st street, jalur
dekat pantai, untuk ke 2nd
street cukup berjalan lagi saja lewat gang kecil di antara hotel-hotel atau
bar yang ada di sekitar. Saat itu saya bener-bener capek, sampai akhirnya berhasil menemukan guesthouse yang pas, harganya
terjangkau dan fasilitas serta kamarnya juga gede, nyaman! 450 Baht/Malam. Yang
paling saya suka ada Wi-fi super kenceng. Gratis lagi! Wah bisa download banyak bokep nih, lumayan.
Setelah
mengheningkan cipta sejenak, then
mandi, saya pun siap untuk mengeksplorasi Pattaya, gak sabar! Memang beginilah
kalau traveling, walaupun capek, tapi
kalau sudah nyampe di tempat tujuan baru, rasa capek langsung tergantikan
oleh rasa penasaran. At least kalo
sudah menjelang petang gini, setidaknya hunting
for food hawkers! Saya pun keluar menapaki trotoar (dengan sandal jepit
kesayangan, sambil goyang ala Rihanna di video klipnya “What’s My Name”, tapi boong!) yang dipenuhi penjual souvenir.
Sama saja kayak di Legian atau Kuta ternyata. Setiap melangkah akan terdengar “T-shirt sir! Massage sir! Souvenir sir…!”
Di
sepanjang trotoar, kita akan disambut tegur sapa dan senyum ramah warga lokal.
Mereka menjajakan souvenir, massage, ataupun para wanita seksi yang menjajakan
dirinya sendiri. Ya betul sekali pemirsa! Di sepanjang jalan, banyak terdapat
bar, yang dipenuhi wanita sambil memegang make-up,
ngaca sambil lipstick-an, mereka siap
menunggu mangsa, dan tahu kah anda pemirsa, mangsa mereka di sini adalah
rata-rata bule yang sudah renta! Ternyata memang benar apa kata Anggun, tua-tua
keladi, makin tua makin jadi! Sepertinya, saya salah tujuan berwisata, kota
Pattaya pas untuk para pria hidung belang, bukan saya yang berhidung pesek
seperti Sule. Lho??!
Tapi
apapun yang terjadi yasudahlah nikmati saja suasana ini. walaupun dalam hati saya berkata, kenapa saya gak ke Phuket aja ya kalo tahu Pattaya kayak gini.
Sambil makan, menikmati Pandan Chicken
kesukaan, dan juga Seafood Kway Teow, saya berpikir, apa seharusnya saya coba bersenang-senang aja sebentar, why not!
Seusai
makan, saya pun melanjutkan eksplorasi ke dunia malam, kota Pattaya. Semua
dipenuhi hingar bingar alunan musik dan senda gurau wanita yang menemani
bule-bule sambil minum beer. Saya berusaha untuk menikmati, tapi sepertinya ini bukanlah yang saya harapkan (gak
ada nyamperin!). Mungkin mereka berpikir “ini
berondong udah item, dekil, cuma minum orange juice pula! " Saya tuh
polos nan lugu, jadi gak bisa. Setelah merasa ngantuk saya pun balik ke guesthouse, pengen tidur aja, dan besok
lanjut jalan-jalan tanpa harus ke bar atau tempat prostitusi lainnya di kota
ini. Gak mau perjaka saya luntur di kota maksiat ini, walaupun gak yakin
kalo saya masih perjaka atau gak (penting gak dibahas..?).
Pantai
Pattaya dan Jomtien
Hari
pertama di Pattaya, bangun di pagi hari dan menyadari ternyata perut saya makin
membuncit selama traveling. Hell to the no! Sue harus ambil
tindakan. Seharusnya olahraga harus tetap bisa dijalankan selama liburan.
Jadi saya memutuskan untuk berjalan kaki lagi sambil melanjutkan eksplorasi,
serta membakar lemak. Setelah berjalan sekitar lima belas menit, Saya ngerasa
laper, karena belum sempat breakfast,
jadi saya mampir sebentar dan memesan salad
(saking parnonya sama perut buncit, dan sok diet!). Ternyata aneh juga makan
salad di pagi hari. Saya pun mual dan mules. Anjriiitt….! Saya balik dulu lagi ke
guesthouse, harus menuntaskan
kewajiban mules itu.
Setelah
merasa nyaman dengan perut, saya lanjut lagi untuk berjalan menuju pantai.
Pattaya Beach, hmmmm ombaknya tenang, banyak jet ski, namun pantainya tidak bisa memanjakan mata saya. Entah
kenapa, saya lebih suka berjalan-jalan sepanjang pantai Seminyak. Pantai
pasirnya yang landai hingga berpadu dengan ombak yang menghempas dan membentuk
riak serta suara yang indah. Beda banget. Walaupun suasananya sama, hectic, jalanan yang ramai serta
dipenuhi restaurant, bar, café dan
hotel serta mall-mall besar. Mungkin
hanya terlihat lebih rapih dan bersih daripada Bali. Sedikit.
Di
sepanjang trotoar dekat pantai, kalau kita berjalan-jalan di sore hari memang
sangat asri, adem, sambil menikmati sunset
dari bibir pantai Pattaya. Namun di saat itu juga, situasi yang makin ramai,
apalagi makin banyaknya wanita-wanita yang berkumpul sambil ber-make-up dan ber-lipstick ria. Entah berapa banyak wanita yang berkompetisi mencari
mangsa di tempat ini. Saya pun cuma bisa berkata dalam hati: “hadeeeeeeh…”
Di
hari kedua saya memutuskan untuk mengunjungi pantai di sebelah selatan kota
Pattaya, namanya Jomtien Beach. Peta
selalu ada di tangan kemanapun saya melangkah. Setelah berjalan dan
bertanya-tanya, saya akhirnya tahu tidak mungkin untuk berjalan kaki menuju pantai
itu, meskipun target untuk membakar lemak di perut buncit selalu muncul dalam pikiran saya. Tapi gak mesti berjalan sepanjang 7 km juga kaleeeee…!
Angkutan
umum di sekitaran kota sebenarnya ada dan cukup nyaman. Saya pun naik mobil
angkutan umum tersebut untuk menuju Pantai Jomtien. Mobilnya seperti mobil
poilisi atau trantib yang biasa dipakai untuk mengangkut narapidana atau
pemulung atau banci liar yang sering mangkal di Kota. Tapi nyaman juga, dan
murah, cuma 10-20 Baht saja. Coba saja di Bali ada angkutan semacam ini, pasti
keren! Nyaman, efektif, dan efisien. Patut di contoh neh. Gak cuma dipake buat
trantib aja…
Setelah
sampai di Jomtien Beach saya langsung
berjalan di sepanjang trotoar area pantai. Pohon kelapa yang teduh bikin adem banget
berjalan di pantai ini. Namun pantainya sendiri dipenuhi oleh long chair yang sangat rapat hampir
tidak ada celah. Hmmmm lagi-lagi saya berpkikir, sama aja donk kayak Kuta!
Lebih bagus pantai kita di Bali malah. Saya merasa sedikit aneh di pantai ini. Banyak banget bule kakek-kakek di sini. Saya baru sadar setelah ada seorang bule
mengedipkan mata kearah saya, dia tersenyum, mesum! Saya geli. Setelah saya amati
di sekitar, ternyata semuanya laki. Waduuuuuh..! Setelah saya perhatiin dan
analisa lebih seksama, pantesan, ternyata ini Gay Beach! Menghindari tempat
prostitusi, eh dapetnya tempat prostitusi lagi. Parah iki!
Souvenir
Empat
hari di Pattaya tanpa shopping
percuma donk. Walopun duit pas-pasan, tapi setidaknya beli T-shirt atau aksesoris (gantungan kunci wajib!) cukuplah. Gak usah
bimbang gak usah ragu, tempat belanja di mana-mana, tinggal pilih. Ketika
melihat-lihat T-shirt di sebuah stand belanja di area Pattaya City Walk, saya melihat satu T-shirt warna hitam bertuliskan “Good Guys Go To Heaven, Bad Guys Go To
Pattaya”, saya ketawa ngakak, tapi dalam hati. Bertanya, terus emang saya termasuk dalam kategori bad guys
donk?
Dari
pertama kali menginjakkan kaki di Pattaya saya mikir, sepertinya liburan ke
Thailand termasuk Pattaya, memang liburan yang menambah dosa. Jadi tulisan yang saya baca di baju kaos itu secara eksplisit menyatakan bahwa Pattaya=Hell, alias neraka…LOL. Gimana
enggak, ini kota lebih banyak buat fun,
prostitusi di mana-mana. Saya harus menyelamatkan diri, segera! Saya gak mau
terjebak di sini, menjadi seseorang yang setiap menjelang petang, nongkrong di
trotoar atau bar, sambil memegang lipstick!
Oh no way!!! Maka setelah hari ke empat, saya memutuskan untuk mengakhiri
liburan di Thailand. Tiket Air Asia
menuju Penang Island, Malaysia pun langsung saya booking!
No comments:
Post a Comment
would be glad to receive any comment