Penang Hill's Train |
Beautiful background and gorgeous model! halah...! |
Kuil umat hindu (India), aca aca saya pesan capati dua... |
Gorgeous European style house around trekking area, Penang hill |
Sebelumnya Part 11
Hari ketiga di Pulau
Pinang saya memutuskan untuk mengunjungi daerah wisata yang cukup terkenal, bernama
Penang Hill. Berhubung ini hari
terakhir sebelum esok hari harus cabut menuju Danau Toba. Sebenarnya masih
kurang nyaman untuk berjalan-jalan, karena usus saya masih rada bermasalah. Takutnya
pas lagi menikmati suasana tiba-tiba kambuh, terus pendarahan, dan saya dilarikan warga setempat ke Rumah Sakit Korban Lelaki! Ew, takutnya saya disangka keguguran…
Tapi, walaupun masih sedikit kurang nyaman, dengan
memasang tampang menahan nyeri, saya tetap melanjutkan misi untuk mengeksplorasi
Penang Hill. Untuk mencapai tempat
wisata ini cukup menumpang bus tujuan Penang
Hill. Saya lupa nomor berapa, yang jelas cuma bayar sekitar RM 1.8, murah
kok. Mungkin memakan waktu sekitar 30 menit. Saya duduk tepat di samping seorang
nenek Chinese, yang bikin saya gak nahan adalah, maap ya nek, si nenek bauk L.
Haduh, lengkap sudah, nahan nyeri plus sekarang nahan nafas. Mau pindah udah
gak ada tempat, penuh semua. Untungnya saya bawa pain killer, lumayan menghilangkan nyeri, walaupun tidak bisa menghilangkan
bau badan si nenek.
Sampai di Penang
Hill, yang juga dikenal dengan sebutan Bukit Bendera, akhirnya saya bisa
bernafas lega. Suasana di sini sangat segar karena sekarang saya tepat berhenti
di kaki bukit. Menengok kearah bukit yang hijau, terlihat sebuah kereta monorel sedang melaju, menanjak ke
puncak bukit. Wow! Kereeen, upil saya sampe netes. Untuk naik ke atas bukit kita
menaiki train tersebut, dengan
membeli tiket terlebih
dahulu, seharga RM 30. Maka sampai di atas bisa sepuasnya menikmati pemandangan seharian. Tempat ini sangat turistik, rame banget!
Setelah berhasil mendapatkan tiket, saya diarahkan menuju
platform train. Masih menunggu. Karena
kereta pertama sudah penuh, dan kereta akan balik lagi sekitar 15 menit
berikutnya. Menaiki kereta ini menuju ke atas bukit memberi sensasi tersendiri. Saya duduk paling ujung, sehinggan pas kereta naik, bisa melihat pemandangan
di bawah. Persaingan di dalam kereta untuk berfoto pun mulai bermunculan. Diantara
mereka saya mendengar suara khas Batak, jiah ternyata! Memang dari kemarin, gak di
RS, rumah makan padang, pasar, bus, pasti ada aja orang Batak. Maklum cuma
sejam terbangnya dari sono.
Setelah sampai di puncak, saya langsung disuguhi
pemandangan 180 derajat kota George Town, pantai, dan Penang Bridge yang panjangnya mencapai 13.5 km. Bahkan bakal dibangun lagi Penang Bridge yang kedua,
masih dapat kita lihat proyeknya dari atas bukit ini. Konon setelah jadi nanti
panjangnya sekitar 20 km! Ebuset dah!
Menikmati pemandangan sambil berfoto itu wajib. Latar belakang
pemandangan kota George Town sangat menawan dan spektakuler. Ketika saya menyandarkan diri di sebuah pembatas besi, perasaan ada bau yang gak enak. Seperti
biasa indera penciuman saya yang super sensitif ini gak mau acuh begitu saja. Ternyata
di sebelah saya tempat menyandarkan siku, ada tahi burung! Eeeeww! Saya langsung ngomel sama petugas yang lagi stand by waktu itu. Bapak-bapak (lagi-lagi India) kumisnya itu lho
kagak nahan, seperti inspektur Vijay polisi Bombay! Yang anehnya lagi, di
bilang iya, tapi malah geleng-geleng kepala…
Lebih ke atas lagi, lokasi ini makin dipenuhi oleh para
wisatawan, bule maupun lokal. Khususnya anak sekolahan, entah mereka sedang tour atau ngapain. Ada kuil khusus untuk
umat Hindu India, ada hotel, ada juga Mesjid dan tempat membeli oleh-oleh serta
makanan yang disebut hawkers. Sebelum
memasuki area ini lebih jauh, kita akan disapa beberapa petugas yang menawarkan
jasa boogie untuk menuju area bukit
yang lebih dalam, karena katanya sekitar 5 km lagi lho kalau mau. Juga ada jasa
penyewaan dan kursus menaiki Segway,
tapi masak harganya RM 60 buat 20 menit. Gile lah!
Saya yang dikenal sebagai Tinja Hattori waktu kecil dulu,
malu donk kalo harus naik boogie. Jadi lebih memilih trekking sendiri sambil
menuju arah yang katanya sebuah tempat pembudidayaan tanaman. Btw maksud saya tadi Ninja Hattori, bukan Tinja! Saya yang begitu semangatnya langsung berjalan
semakin dalam, hanya saya dan ada lima orang bule dari Inggris yang juga
melakukan trekking. Sisanya boogie melintas sambil melambaikan
tangan ala Miss Universe kearah saya.
Semakin kedalam, sepertinya tidak terlihat kemana jalan
ini akan bermuara, lima bule tadi yang berada di depan saya pun putar arah,
balik kanan gerak! Jadilah saya sendirian. Saya yang suka banget sama alam,
terutama trekking, karena waktu kecil
dulu sering melakukan hal yang sama. Sampai emak saya takut-takut kalo disembunyiin tuyul, saking sampe jam 6 sore belum pulang ke rumah, gegara
waktu itu asyik nongkrong di air terjun. Emak saya emang over protective, lagian siapa juga yang mau nyekap saya, pasti
nyesel donk yang ngasi makan. Bisa bangkrut!
Sepanjang jalan ini, saya melihat banyak rumah-rumah
berarsitektur Eropa, dengan tropical
garden yang rindang dan hijau. Yang bikin saya penasaran adalah, ada
beberapa cabang jalan kecil yang diberi nama khas nama-nama Eropa. Saya akhirnya
memutuskan untuk menjelajahi jalanan kecil tersebut. Semakin ke dalam ternyata
semakin kecil. Tapi flora yang tumbuh
di sini, wow keren, saya sampai merasa terbius suasana kesegaran alami hutan ini
(brasa kayak iklan pengharum ruangan). Sepertinya banyak orang kaya yang
punya rumah peristirahatan pribadi di sini. Villa yang bagus bergaya Eropa. Keren-keren
banget! Cuma saya seorang diri yang melakukan trekking sampai ke dalam area ini. Orang-orang rame tadi pada
kemana aja coba! Goblok banget. Males jalan atau takut atau gimana…
Semakin jauh menjelajahi daerah ini, saya sampai lupa
ini sekarang baliknya gimana. Jalanan yang terlihat baru dibersihkan ini saya ikuti saja. Untung di beberapa persimpangan jalannya ada penunjuk arah. Tepat
di sebuah tikungan saya melihat sebuah rumah yang sangat tua, masih
berarsitektur Eropa yang kental. Namun saya perhatikan rumah ini sudah tidak
terurus lagi. Beberapa genteng di pintu depan roboh. Padang rumput tumbuh liar
di sekitar halaman. Entah kenapa bulu kuduk saya langsung merinding, bulu ketek saya rontok, dan bulu yang di bawah terbakar. Seolah ada yang memanggil saya waktu itu, untuk mampir. Sepertinya begitu kuat. Kalau saja waktu itu saya lagi
pengen buang hajat, mungkin saya sudah mampir. Tapi untunglah dengan penuh kesadaran saya bangkit dari lamunan yang aneh
itu, dan buru-buru jalan keluar dari area tersebut. Ih, serem banget!
Dengan berkucuran keringat dan rasa takut, akhirnya saya sampai juga di ujung jalan utama tadi. Fiuh! Pengalaman yang gak akan pernah terlupakan! Akhirnya saya menuju food
hawkers buat nyari makan dan minum. Jadi lemes banget. Setelah itu saya memutuskan untuk balik ke hotel dan bersiap untuk menuju ke Danau Toba keesokan
harinya.
Bersambung ke Part 13
Follow My:
Info bagus,trus berkarya,lam kenal,kunjung balik ya ke blogku :http://yandirabali.wordpress.com/. Dan ingat comentnya,thx
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete